Minggu, 13 Februari 2022

Carita Semesta : Aku 'Kan Pergi


Ini adalah rindunya pada yang terkasih.

Setiap desiran ombak yang memanggil membuatnya percaya.
Bahwa ia adalah dalang dibalik penderitaan kekasihnya.
Meski media menyatakan bahwa ia tidak salah.

Desir ombak pada pantainya menjadi laku dingin dari atma ringkih yang tengah termenung pada lekungan tubuh pohon kelapa.

Terulang kembali memori Februari lalu, dimana atma ringkih mengadu nasibnya pada samudra dan bagaimana ia menemukan seseorang yang dicintainya dengan jaket jeans hitam, bagai nirwana, menjadikan semesta nya.

Hari itu adalah hari dimana dirinya akan menjumpai kekasihnya.
Memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa untuk mengakhiri pengabdiannya, memutus atmanya dari tubuhnya.
Agar bisa bertemu dengan yang dipuji sesegera mungkin.

Malam ini, tubuhnya kembali bergetar, persis seperti Februari lalu. Kepalanya menengadah, maniknya menatap lekat pada terangnya bulan. Kalau saja ia bisa meraihnya, mungkin itu akan menjadi hadiah terindah nirwana nya.

Atma cantik itu mendesah kelu, menghembuskan napas terakhir, menjadi keputus asaan dari segala yang dibangunnya. Mengakhiri segala cinta yang dibuat, menjadi tempat akhir atmanya bersandar, membuat titik akhir dari tawa mentarinya.

Namun, dibalik segala tindakan itu, ia sadar.
Sadar bahwa perbuatannya akan menjatuhkan harga dirinya, menjatuhkannya ke dalam kolam api yang panas, membiarkan tubuhnya dibakar oleh laharm

Itu bukan kemauan kekasihnya untuk menjemputnya.
"Bukan seperti ini caranya!"
Ia berulang kali bertengkar dengan suara angin; dirinya sendiri.

"Hey, jangan menangis, kamu sudah berjanji agar tetap berdiri di atas air–mata–mu."

Membuat atma ringkih tersebut bangkit dari duduknya, berjalan gemulai seakan kakinya tertahan. Ombak terus mendesirkan namanya, menyambut kesedihan sang atma yang terus merata.

"Jika kematian datang untukmu," Kalimatnya digantung, merentangkan kedua tangannya, siap untuknya menerjang hantaman ombak. "Maka aku akan memberikan hidupku untukmu," lanjutnya.

"Apapun yang terjadi di masa depan nanti, tolong jangan akhiri hidupmu jika aku yang mendahuluimu."
Permintaan terakhir yang terasa berat.

Napasnya terhempas setara dengan angin malam yang menyapu surai layunya. Kedua tangannya menikmati sensasi dingin darinya, membuat empu atma berhenti merentangkannya.

Atma ringkihnya tersenyum simpul.

"Terima kasih."

Berbalik, tak mengacuhkan panggilan ombak, kemudian pergi meninggalkan tempatnya.

Setidaknya penyampaian terakhir gadis itu di dengarnya.

Analisis Platform Komunikasi Digital dan Monetisasi, YouTube

  Latar Belakang Dalam era digital ini, platform komunikasi digital telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, tidak hanya ...